Kita masih harus berada di rumah saja dalam situasi terkini. Eropa mengalami penurunan kasus Covid-19 sehingga mereka mulai melonggarkan lockdown. Seluruh dunia perlahan mulai excited menyambut kehidupan normal, termasuk terbang kembali ke tempat kerja atau rumah. Namun bisakah kita social distancing di pesawat?
Selama vaksin belum ditemukan, nih, Covid-19 masih akan menjadi momok bagi semua orang. Bisa saja pandemi gelombang 2 dan seterusnya kembali sehingga kita masih harus social distancing hingga vaksin atau obat ditemukan. Namun, bagi yang bekerja tentu tidak bisa menghindari ketika harus bepergian ke luar kota atau luar negeri, kan?
Apakah memungkinkan untuk melakukan social distancing saat berada di pesawat yang notabene sempit? Bisa jadi kita juga akan menghabiskan sedikitnya 2 jam hingga lebih dari 20 jam bersama orang lain. How possible?
Ada beberapa langkah yang mungkin bisa dilakukan untuk meminimalisasi infeksi virus Corona saat berada di pesawat. Apa saja? Cek beberapa poin di bawah ini.
Banyak dari maskapai penerbangan kini melakukan seat blocking atau membatasi jumlah tempat duduk yang terisi. Hal ini sangat memungkinkan terutama di masa-masa orang mengurangi frekuensi jadwal terbang.
Penumpang juga merasa lebih aman jika ada social distancing walaupun kemungkinan harga tiket penerbangan akan lebih mahal.
Cara yang mereka lakukan adalah mengosongkan tempat duduk tengah demi menjaga jarak 1,5 meter. Tempat duduk tengah juga bukan merupakan tempat duduk favorit banyak orang karena mereka lebih memilih window view atau aisle. Jadi sangat masuk akal jika diberlakukan.
Salah satu prinsip dari social distancing adalah meminimalisasi kontak. Jadi, sebisa mungkin maskapai menjaga keamanan penumpang dan kru dengan meminimalikan kontak antara keduanya. Berbagai maskapai besar mulai menyederhanakan penawaran katering dan menentukan waktu pemesanan.
Bagi maskapai yang kadang membagikan minuman dan makan di piring, tuh, hal ini bisa dihentikan untuk sementara waktu. Penumpang lebih baik mendapatkan air dan minum yang sudah dipaketkan untuk mengurangi kemungkinan orang memanggil pramugari untuk reffil.
Makanan dan minuman juga bisa dibagikan dalam kotak paket di gate sehingga kru kabin tidak perlu sering mondar-mandir di antara penumpang. Penting banget meminimalkan kontak dengan penumpang, kecuali jika benar-benar diperlukan!
Di dalam pesawat sendiri kru selalu menggunakan masker dan sarung tangan, tuh, demikian pula dengan penumpang. Sesuai dengan standar dari Menteri Kesehatan, ya, penumpang juga diminta untuk memakai masker sepanjang penerbangan.
Menteri Perhubungan juga telah memberi arahan kepada transportasi umum untuk melakukan disinfeksi 3 kali sehari dan kita pun berharapkan hal ini akan dilaksanakan. Udara di dalam pesawat itu lebih kering dan sering disegarkan oleh filter udara yang efisien untuk membunuh partikel-partikel berbahaya.
Tidak hanya jarak di dalam saja yang diatur, namun antre keluar-masuk juga semestinya diatur. Untuk sekarang, sih, maskapai lokal hanya melakukan blocking tempat duduk, namun saat mengambil barang semua orang berdempetan mau keluar.
Untuk ke depannya sebaiknya kru maskapai menginstruksikan kepada para penumpang untuk berurutan masuk dan keluar dari pesawat. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kemungkinan penumpang berdiri berdekatan saat menunggu giliran masuk dan keluar.
Di lantai pesawat dan lorong menuju pesawat juga harus diberikan stiker-stiker penanda 1.5 meter agar orang tetap sadar menjaga jarak. Petugas juga semestinya selalu mengingatkan kembali penumpang yang tidak mematuhi aturan social distancing.
Akan lebih baik lagi kalau yang boleh memasuki terminal hanyalah orang yang memiliki tiket pesawat dan petugas saja agar bandara tidak penuh sesak.
Ini adalah pertanyaan yang akan berhubungan dengan efektivitas penerbangan dan juga kemampuan ekonomi dari maskapai.
Kini, hal ini sangat diperlukan karena harus mengikuti saran dari pemerintah dan juga mengupayakan untuk meminimalkan penularan virus. Namun, sebenarnya solusi ini juga tidak sempurna amat, kok.
Dalam jangka panjang social distancing di pesawat tidak bisa dilakukan terus-menerus karena akan sangat berdampak pada ekonomi. Berkurangnya jumlah penumpang tentu akan membuat harga tiket pesawat naik padahal penumpang dan maskapai juga ingin harga normal yang lebih terjangkau agar mobilitas kembali ke volume normal.
Pesawat pun sebenarnya tidak didesain untuk social distancing, ya. Selama ini pesawat komersial didesain untuk memuat orang sebanyak mungkin, di dalam tempat terbatas ini. Contohnya saja Boeing 777 di tahun 1990-an hanya memuat 9 kursi per baris sedangkan sekarang minimal 10 kursi per baris.
Peraturan Covid-19 pun menyarankan untuk menjaga jarak minimal 2 meter. Hal ini sangat tidak mungkin karena jarak antarkursi hanya sekitar 50cm sehingga sebenarnya blocking seat saja hanya membuat jarak 50cm antarpenumpang. Ini saja sudah tidak mengikuti standar social distancing Covid-19, kan.
Kalau mau benar-benar mengikuti standar 1,5-2 meter maka jarak antarpenumpang setidaknya berjarak 3-4 kursi sehingga dalam satu deret yang berisi 6 kursi, tuh, hanya ada 2 penumpang saja di tiap barisnya.
Sedangkan jarak dari baris depan ke belakang sekitar 80 cm sehingga untuk amannya, sih, selalu ada jarak 1 baris kosong di depan dan belakang kursi penumpang.
Di pesawat sendiri ada yang namanya load factor atau persentase okupasi tempat duduk dalam pesawat. Okupansi inilah yang akan menentukan bahwa maskapai akan balik modal dan layak untuk tetap terbang. Kapasitas selalu diusahakan dinaikkan karena load factor ini yang bisa membuat maskapai mendapat profit.
Bulan lalu saja ketika sudah dilakukan social distancing, tuh, dalam 1 pesawat kira-kira okupansi hanya bisa mencapai 65%-68%. Kalau menuruti jarak 1,5-2 meter yang semestinya maka okupansi bisa saja hanya mencapai 15-20%. Dalam jangka panjang, kan, hal ini tentu membuat maskapai merugi.
Hal ini bisa dilakukan jika memang tidak ada banyak penumpang. Namun, ketika semua kembali agak normal artinya demand pesawat kembali naik maka seat blocking pasti akan sulit dilakukan. Ada kemungkinan pandemi ini akan mengubah industri pesawat dengan memberikan lebih banyak jarak antarpenumpang dan harga tiket yang lebih mahal.
Ada berbagai hal yang bisa dilakukan untuk menjaga kesehatan penumpang dan kru selain jaga jarak di dalam pesawat. Keamanan harus dilakukan dengan menggabungkan screening sebelum penerbangan, sanitasi kabin, seat blocking, dan pemakaian masker.
Sayangnya ada beberapa hal yang belum dilakukan di Indonesia secara menyeluruh, tuh. Pada bulan April lalu, misalnya, walau duduknya sudah diatur social distancing pun penumpang masih berdesakan saat antre masuk dan keluar pesawat.
Delta Air Lines di Amerika telah mengubah cara boarding-nya, lho! Kini mereka memperketat cara boarding dengan memasukkan orang-orang yang duduk di kursi belakang terlebih dahulu baru yang di kursi depan. Orang yang masuk juga dibagi dalam beberapa kloter agar tetap bisa jaga jarak saat berbaris.
Mencegah penularan Covid-19 dan melakukan upaya social distancing di dalam pesawat tentu perlu didukung banyak faktor. Hal ini juga sulit dilakukan dalam jangka panjang, kecuali vaksin dan obat Covid-19 sudah beredar.
Kita hanya bisa melakukan tindakan pencegahan setiap bepergian dan semoga maskapai penerbangan juga bisa melakukan koordinasi yang baik dengan penumpang. Harapannya dengan kesadaran diri dari semua pihak, tuh, segala perjalanan bisa dilakukan dengan aman.
Bagaimana pendapatmu? Apakah kamu tetap akan bepergian menggunakan pesawat atau memilih menundanya? Yuk, bagikan pendapatmu di kolom komentar.
In this post, we'll explore various HTML elements and how you can style them effectively…
Introduction to Styling in WordPress In this post, we'll explore various HTML elements and how…
Mengenal weton Rabu Pahing untuk laki-laki dan wanita, dari watak, rezeki, garis hidup dan jodoh…
Apa saja manfaat minyak zaitun untuk rambut rontok dan bagaimana cara penggunaannya? Yuk, simak penjelasannya…
Macam-macam kurma terbaik dan berbagai manfaatnya untuk kesehatan. Ada apa saja? Yuk, cek di sini.