Dengan begitu banyak informasi yang bisa diakses seseorang mengenai virus Covid-19, rasanya aneh mengetahui masih ada orang tidak mampu menerima kenyataan. Ya, ternyata setelah setahun dunia mengalami pandemi ini, ya, ditemukan alasan kenapa orang tidak bisa menerima pandemi sebagai realitas.
Ketika seorang manusia dihadapkan kepada keadaan yang terkesan tidak masuk akal bagi mereka, mereka cenderung menyangkal keadaan.
Dalam dunia psikologi, hal ini dianggap sebagai hal yang wajar dan sering terjadi pada fase awal suatu perubahan drastis. Namun, patut diwaspadai apabila hal ini terjadi dalam jangka waktu yang lama karena bisa menjadi sesuatu yang berbahaya.
3 Alasan Mengapa Orang Tidak Bisa Menerima Pandemi
Lalu, mengapa orang tidak bisa menerima pandemi? Rukita mengumpulkan penjelasannya di sini. Dengan mengerti jalan pikiran mereka, nih, pastinya kamu jadi lebih tahu bagaimana cara memberikan saran tepat kepada mereka.
Yuk, cek bahasan lengkapnya di bawah ini!
1. Mereka selektif memilih sumber informasi
Mulai dari channel TV, koran, radio, hingga berita di portal online yang ada sekarang ini biasanya menyampaikan informasi dengan sudut pandang berbeda-beda. Ada yang memberikan sekadar fakta, ada berita ‘diperhalus’, dan tidak jarang terselip informasi palsu.
Secara tidak sadar, tuh, seseorang condong memilih informasi yang ingin didengarnya saja karena hal tersebut membuat mereka merasa lebih baik ketimbang mencerna fakta seberapa parah pandemi yang sedang berlangsung.
Ketika seseorang terjebak dalam fase denial terhadap pandemi, nih, mereka hanya akan mendengarkan informasi yang ingin didengarnya saja mengenai pandemi ini. Misalnya percaya kepada portal media yang mengatakan virus ini tidak berbahaya, atau penanganan virus ini terlalu berlebihan.
Pokoknya, mereka hanya akan mendengarkan hal-hal yang sesuai dengan kepercayaan mereka–serta membuatnya nyaman.
2. Mereka memiliki keinginan sendiri soal dunianya
Dengan keadaan virus dan pandemi yang terus berubah ini kita tidak tahu seberapa banyak orang akan terpapar virus, berapa orang yang meninggal di mana, atau seberapa cepat seseorang meninggal. Dengan banyaknya ruang ketidakpastian ini, seseorang menjadi bias dan alhasil mengaplikasikan prasangkanya terhadap pandemi ini.
Mempercayai keadaan cukup aman sehingga memilih tidak memakai masker, tuh, sebenarnya mudah dilakukan. Apalagi jika kamu dikelilingi oleh orang-orang ‘sehat’ lainnya yang juga tidak ingin mengenakan masker. Maklum, musuh kita dalam pandemi ini kasat mata sehingga penggunaan masker terkesan seperti sesuatu yang bisa dihindari.
Pada saat seseorang memposisikan diri mereka pada keadaan yang diinginkannya saja, hal ini merupakan salah satu cara agar mereka tetap dapat melihat dunia sesuai dengan keinginannya.
3. Mereka meninggalkan kecerdasannya menyangkut konflik fakta
Ambil contoh kasus peraturan mengenai penggunaan senjata api di Amerika Serikat. Pada Agustus 2018, nih, tercatat ada 480 kekerasan dan 24 di antaranya melibatkan penggunaan senjata api. Setelah dicetuskan peraturan mengenai penggunaan senjata api, pada Agustsus 2019, tercatat ada 720 kekerasan yang terjadi dan 36 di antaranya melibatkan senjata api.
Penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang menyetujui peraturan mengenai penggunaan senjata api tersebuat akan mengatakan perlunya aturan lebih mendetil, sebaliknya orang-orang yang kontra beranggapan kalau peraturan tersebut tidak dibutuhkan.
Nah, dari kasus ini kita bisa melihat bagaimana seseorang merespons suatu kondisi dengan alasan yang buruk ketika dihadapkan dengan fakta yang mengancam kepercayaannya.
Jadi, ketika seseorang percaya bahwa penggunaan masker adalah pilihan individu, maka bayangkan betapa sulitnya bagi mereka untuk mengerti bahwa penggunaan masker dapat mengurangi risiko untuk menulari orang lain. Sementara hal tersebut juga tidak dapat mengurangi risiko dirinya akan tertular Covid-19 dari orang lain.
Logika dan kecerdasan bakal dilupakan apabila kenyataan berbenturan dengan kepercayaannya selama ini. Ngeri, ya?
Itulah alasan kenapa orang tidak bisa menerima pandemi dengan mudah. Memang bagi orang yang bisa menerima pandemi dan berusaha untuk menyesuaikan hidupnya, tuh, ketiga alasan tersebut agak sulit dimengerti.
Namun, dengan memahami sudut pandang mereka sekarang, paling nggak kamu jadi tahu bagaimana harus memberikan saran kepada orang-orang ini, kan? Semoga tidak bikin kamu frustrasi, ya, hehehe.
Omong-omong soal pandemi, nih, apakah kamu kesulitan mencari tempat tinggal yang aman? Soalnya kebersihan dan keamanan jadi prioritas, kan. Kamu pun harus memastikan calon hunianmu telah disanitasi dengan benar, dong, agar terbebas dari virus Covid-19.
Kalau tinggal di Rukita, sih, kamu nggak perlu memusingkan hal tersebut! Semua unit Rukita dibersihkan dan disanitasi dengan menyeluruh sesuai dengan protokol kesehatan WHO. Kamu pun tinggal membawa koper karena kamar sudah fully-furnished plus fasilitas komplet, termasuk layanan kebersihan kamar, koneksi WiFi, hingga laundry!
Penasaran sama Rukita? Yuk, cek unit-unit Rukita yang tersebar di Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi di bawah ini!
Atau ketik langsung link berikut di browser kamu: bit.ly/rukita-pandemi
Penasaran soal unit coliving Rukita lainnya? Yuk, kunjungi www.Rukita.co, dan jangan lupa follow Instagram Rukita di @Rukita_Indo serta Twitter di @Rukita_Id.
Kamu juga bisa tanya-tanya langsung ke Nikita (customer service Rukita) di +62 811-1546-477.
Apakah ada temanmu atau justru anggota keluargamu yang masih sulit menerima pandemi? Yuk, ceritakan pengalamanmu di kolom komentar.