Tidak terasa kita telah beraktivitas #dirumahaja dan melakukan karantina mandiri selama 2 bulan belakangan. Mungkin kamu bisa menjawab pertanyaan ini sekarang: apakah kamu bisa melakukan hal yang sebelumnya nggak bisa dilakukan karena terlalu sibuk?Atau kamu masih nggak bisa meluangkan waktu? Kalau jawabannya cenderung yang terakhir, maka kamu butuh slow living.
Gaya hidup ini menjadi tren besar akhir-akhir ini dengan aneka persepsi. Ada yang berpikir bahwa slow living hanyalah ‘konsep estetik Instagram’ padahal bukan! Gaya hidup ini adalah pergerakan untuk menentang dunia modern yang menuntut semua hal berlangsung serbacepat dan terburu-buru.
Selama berada di rumah, tuh, kita lebih banyak memiliki waktu untuk hadir seutuhnya saat ini atau be present dalam menjalani kehidupan. Kita bisa meluangkan waktu untuk diri sendiri dan mengerjakan hal-hal yang jadi prioritas tanpa banyak distraksi.
Sebelum banyak salah kaprah, yuk, mari berkenalan lebih detail tentang gaya hidup slow living yang banyak manfaatnya ini!
Segala Seluk-Beluk mengenai Slow Living
Terkadang banyak orang salah mengerti tentang gaya hidup ini, apalagi karena banyak influencer mulai menerapkannya dengan cara yang salah. Jadi, mari kita pelajari bersama mengenai konsep gaya hidup lambat ini.
1. Pengertian gaya hidup slow living
Orang biasanya merasakan hidup yang serbacepat sehingga merasa hidupnya kacau. Namun, dengan hidup yang lambat atau slow living, mereka bisa mulai menikmati hidupnya.
Dengan gaya hidup ini, ya, orang juga diharapkan dapat “be present” di dalam hidupnya atau dengan kata lain orang bisa hidup di masa sekarang. Yap, tidak hanya memikirkan ke depan saja sehingga tidak menikmati waktu pada saat ini.
Biasanya gaya hidup ini dihubungkan oleh bagaimana orang ingin hidup lebih sederhana dan berarti. Dengan gaya hidup yang lebih sederhana, tidak hustling and bustling, mereka berharap bisa menikmati hidup semaksimal mungkin dan tidak terperangkap dalam kesibukan dan konsumerisme.
2. Awal gaya hidup slow living
Slow living berasal dari slow food movement yang dibuat oleh Carlo Petrini pada tahun 1986. Pria Italia ini dan Slow Food Movement berkampanye melawan gerakan fast food, terutama McDonalds, yang pada waktu itu baru buka di Piazza di Spagna, Roma, Italia.
Mereka ingin melindungi makanan tradisional dan budaya gastronomi yang lebih nikmat dan sehat. Akhirnya konsep slow food menyebar ke dalam bidang lain, seperti slow cooking, slow pace work, bahkan liburan slow pace.
Akhirnya gaya hidup ini dipakai meluas secara internasional untuk mengajak orang-orang memperlambat gaya hidup mereka yang serbacepat. Salah satu alasan untuk melakukan ini adalah agar kita lebih memiliki kemampuan mengontrol waktu sehingga tidak membiarkan waktu lewat begitu saja.
3. Elemen-elemen slow living
- Menjalankan kehidupan sehari-hari secara lebih lambat
Slow living melawan gaya hidup modern yang serbacepat dan supersibuk sampai tidak ada waktu untuk ini dan itu. Jadi, kita diimbau untuk menikmati segala hal yang kita lakukan untuk diri sendiri. Seperti rutinitas sarapan, istirahat sambil me time, dan sebagainya.
- Mindfulness, being present, dan awas terhadap kehidupan di sekitarmu
Bisa berarti meditasi ataupun menjalankan kegiatan sehari-hari dengan lebih fokus. Kamu bisa meluangkan waktu untuk berdialog dengan diri sendiri dan menghargai waktu yang ada.
- Terhubung dengan komunitas
Kalau mengikuti gaya hidup slow living, tuh, kita diharapkan bisa mendukung bisnis-bisnis lokal, petani lokal, dan juga berhubungan dengan orang lokal saat berlibur. Alhasil kita tidak hanya mengonsumsi brand asing maupun terpusat di spot-spot turis.
- Berkomitmen dengan tujuan
Hal ini berhubungan dengan melakukan pekerjaan yang berarti. Jadi, kita disarankan untuk tidak sekadar kelihatan sibuk bekerja saja, tetapi melakukan tugas yang memang ada hasilnya bagi kebahagiaan kita dan kepentingan orang banyak.
- Hal instan nggak selalu lebih baik!
Kita harus bisa be present pada pekerjaan dan hubungan antarmanusia karena hal yang baik nggak bisa diburu-buru.
- Kurangi konsumsi hal tidak penting
Gaya hidup ini menentang konsumerisme berlebihan dan pandangan “hanya kekayaan materi yang bisa membuat orang bahagia”. Menurut gaya hidup ini, ya, konsumerisme dan materialisme membuat orang terus berlomba-lomba, namun tidak tahu kapan harus berhenti. Sedangkan jika menganut slow living maka ukuran kebahagiaan berasal dari diri kita sendiri.
4. Beragam manfaat dari gaya hidup ini
- Makin sehat secara jasmani dan rohani. Secara jasmani, tuh, orang diimbau untuk lebih banyak jalan kaki atau bersepeda. Saat bermeditasi, melakukan self care, bekerja sesuai prioritas, dan memiliki work-life balance kita bisa fokus menjalani hidup yang sekarang dengan lebih baik sehingga menurunkan kadar stres.
- Makin produktif saat bekerja. Kita dianjurkan membuat skala prioritas serta mengerjakan hal-hal yang impactful dan mengurangi kesibukan kurang penting untuk mengisi kekosongan. Dengan begitu otak akan lebih fokus dan kreatif saat melakukan pekerjaan. Menurunnya kadar stres juga akan membantu kita bekerja lebih baik, deh.
- Memperbaiki hubungan dengan orang-orang terkasih. Kamu akhirnya bisa hadir untuk orang-orang di sekitarmu, yaitu bisa menikmati waktu bersama sahabat, keluarga, dan pasangan tanpa distraksi. Waktu kosong yang ada juga bisa digunakan untuk istirahat atau belajar hal baru untuk meningkatkan skill dan kesehatanmu.
Dengan slow living kita jadi memiliki kemampuan mengontrol waktu dan tidak membiarkan waktu lewat begitu saja.
5. Berbagai mitos yang perlu ditepis
Slow living tidak berarti kita melakukan segala sesuatu superlambat, namun kita melakukannya dengan kecepatan yang sesuai dan tidak terburu-buru. Jadi, nih, kita tidak boleh malas-malasan bekerja, namun fokus mengerjakan apa yang sedang dikerjakan sesuai skala prioritas dan timeline! Dengan bergitu kamu nggak akan keteteran atau terburu-buru sehingga hasilnya lebih maksimal.
Slow living bukan berarti minimalisme, walaupun kadang berkaitan. Minimalisme fokus akan barang-barang, sedangkan slow living fokus terhadap waktu, energi, dan keseimbangan dalam mengatur hidup.
Gaya hidup ini tidak antiteknologi, namun mengajak menggunakan teknologi dengan bijak. Jangan pernah menjadi budak teknologi dan media sosial, ah! Pakai teknologi untuk mendukung pekerjaanmu, tetapi hindari berlarut-larut berada di sana ketika kamu bisa melakukan hal lain untuk menikmati hidup.
6. Cara memulai slow living bagi pemula
Kesibukan itu pilihan, maka dari itu pikirkan hal apa yang memberikanmu tujuan hidup. Buat skala prioritas setiap hari dan kerjakan hal-hal yang skala prioritasnya tinggi untuk membuat hidupmu penuh arti–baik dalam kerjaan atau pun kehidupan pribadi.
Jangan selalu jadi ‘yes person’, katakan iya pada hal-hal yang penting untukmu. Dengan begitu kamu bisa melakukan hal-hal yang penting tanpa merasa disibukkan oleh hal nggak penting yang menyita waktu sehingga target tidak terpenuhi.
Be present bahkan pada hal-hal kecil! Selalu sadar saat melakukan sesuatu sehingga dalam mengerjakannya kamu tidak sambil memikirkan hal lain. Kamu jadi bisa lebih fokus dalam mengerjakan segala hal maupun ketika sedang berkumpul dengan orang lain.
Kalau ada waktu kosong, nih, jangan terburu-buru mengisinya. Gunakan waktu kosong ini untuk menikmati harimu dan beristirahat. Kita hanya memiliki waktu 24 jam, lho, maka dari itu selama ada waktu kosong manfaatkan saja untuk dirimu sendiri.
Ini adalah panduan awal untuk mencoba hidup lebih lambat dan menikmati hidup semaksimal mungkin. Kalau kamu butuh buku-buku dan daftar blogger yang membahas slow living, kamu bisa membacanya di sini.
Apakah kamu siap menerapkan slow living dalam hidupmu? Bagikan pendapatmu di kolom komentar.