Akhir-akhir ini kamu lihat banyak orang posting foto atau masak dan memanggang kue saat karantina nggak, sih? Rasanya sesudah pandemi ini selesai, semua orang bisa lebih mahir mengolah bahan makanan. Memasak dan baking saat karantina memang jadi hobi baru yang sangat baik di masa-masa seperti ini.
Baking saat karantina itu guilty pleasure, karena setelah membuat kue pasti akan banyak makan. Lalu, mencari makanan asin dan bikin lagi, begitu terus! Kalau kamu merasa ini stress eating, ya, cek artikel tentang penanggulangan stress eating di Stories Rukita. Namun sebenarnya, beraktivitas di dapur bisa menurunkan kecemasan seseorang.
Selama ini banyak orang tidak memiliki waktu untuk baking atau memasak. Untungnya gara-gara #dirumahaja mereka yang selama ini tidak pernah menyentuh peralatan dapur pun bisa mengasah skill memasak dan memanggang. Namun, kenapa semua orang jadi aktif di dapur, sih?
Waktunya bikin kue!
Nggak jadi soal kalau ternyata kue yang kamu buat belum enak atau belum cantik. Yang penting adalah bagaimana perasaanmu saat memanggang yang merupakan poin penting bahasan artikel kali ini.
Orang-orang mencari kegiatan untuk menyibukkan diri semasa karantina mandiri di rumah dan mendistraksi dari pikiran-pikiran negatif. Apalagi banyak akun media sosial dengan konten masak-memasak di dapur. Tengok saja chanel masak di YouTube yang memperlihatkan cara membuat kue atau roti, demikian juga dengan akun-akun di Instagram.
Kalau kamu ketik “anxiety baking” atau “stress baking” di Twitter, banyak sekali resep-resep yang keluar akhir-akhir ini. The Atlantic pernah membahas mengenai stress baking dan “procrastibaking“, yang menunjukkan fenomena milenial Amerika yang menggunakan baking di akhir pekan sebagai tempat pelarian dari stres akibat pekerjaan.
Baking menjadi bentuk self-care sekaligus sarana mengalihkan pikiran dari pekerjaan maupun berita negatif yang beredar di sana-sini. Kita bisa merasa distracted sekaligus merasa tenang karena memiliki skill untuk menghasilkan sesuatu yang lezat.
Di seluruh dunia terutama Asia di mana transmisi awalnya sangat melonjak, “quarantine cooking” jadi tempat pelarian. Apalagi orang membeli bahan masakan untuk stok sekitar 2 minggu demi mengurangi frekuensi ke luar rumah.
Alhasil orang-orang mau tidak mau memasak sendiri yang sekaligus digunakan untuk mengisi waktu luang. Pada akhirnya orang-orang menonton akun masak online dan mencari resep untuk memasak berbagai masakan secara kreatif dengan bahan yang terbatas, termasuk baking.
Baking saat karantina sebenarnya kurang penting terutama di Asia karena roti bukanlah makanan pokok kita. Kalau masak saat karantina, tuh, kamu bisa memakannya tiga kali sehari, tetapi siapa yang makan cake dan dessert sampai 3 kali dalam sehari?
Namun tidak masalah, kok, bahan-bahan baking itu biasanya lebih awet dari bahan makanan. Kamu bisa baking sekali-kali saat karantina mandiri agar tidak perlu jajan atau membeli camilan manis di luar. Jadi, saat butuh makanan manis, tuh, kamu sudah punya stoknya.
Kalau membuat sendiri, kan, kamu bisa membuat camilan manis favoritmu dengan bahan yang lebih berkualitas dan bisa memuaskan hati bagi keluarga dan semua orang yang ada di sekitarmu. Hangat di perut dan hangat di hati, kan?
Ketika orang melakukan kegiatan memanggang kue atau baking, tuh, sebenarnya mereka lebih peduli dengan prosesnya. FYI, tidak semua orang suka ataupun berbakat dengan baking! Kalau kamu nggak suka pasti makin stres kalau membuat kue. Namun, bagi yang sangat suka maka baking adalah proses meditasi.
Saat kamu memakai tangan untuk mengaduk adonan, menuang ke loyang, ataupun menguleni roti kamu merasa menyatu dengan proses ini. Kamu nggak akan menggunakan tanganmu untuk cari berita Covid-19. Serotinin juga bisa diaktifkan dengan baking dan memasak sehingga sangat baik untuk kesehatan mental, walaupun mungkin sensasinya beda dari olahraga.
Pskiater dari Colombia University, Philip Muskin juga menyatakan bahwa baking itu mindful. Mindfullnes dalam baking membuatmu memperhatikan apa yang kamu sedang lakukan sekarang, bukan masa lalu atau masa depan. Kamu benar-benar berada dalam masa kini. Maka dari itu efek yang dirasakan sama seperti meditasi ataupun latihan pernapasan.
Kita pasti tidak mau ketinggalan update tentang Covid-19 di Indonesia, terutama jika terpisah dari beberapa sahabat atau anggota keluarga. Kalau untuk penulis seperti saya, sih, memang harus tahu berita dan tren Covid-19 setiap hari, tapi ada kalanya harus berhenti karena bisa menyebabkan stres.
Tahu update berita itu bagus, namun kalau berlebihan bisa memberikan rasa cemas dan traumatis. Dengan memiliki rencana baking di otak, kamu dapat mengurangi mengecek berita 1-2 kali sehari saja dan sisanya waktunya digunakan buat mencari resep kue baru yang bisa dipraktikkan.
Saat membuat adonan pun kamu akan fokus terhadap proses pembuatan kue. Yap, membuat kue itu harus presisi, beda dari memasak. Nggak sempat, deh, scroll-scroll portal berita.
Baking membuat kita merasa memiliki kontrol dan juga meningkatkan kreativitas. Terutama di masa sekarang ini di mana kita merasa kehilangan kontrol terhadap hidup. Semua hal terjadi sangat cepat dan di luar prediksi padahal kita sebagai manusia membutuhkan kendali.
Dengan memasak maupun baking saat karantina, kamu merasa memiliki kontrol terhadap apa yang sedang dikerjakan. Kamu memulai sesuatu dan bisa menyelesaikan dalam jangka waktu tertentu. Selain itu kamu juga tahu hasil akhirnya apa.
Kalau kamu mengaduk tepung, gula, dan telur hasilnya apa? Kukis, jelas banget. Jadi mau dunia di luar terbalik pun kamu tahu bahwa apa yang sedang dikerjakan akan menghasilkan sesuatu.
Untuk orang yang suka bereksperimen, nih, mereka juga kadang penasaran terhadap hasil akhirnya ketika mengolah sesuatu. Masalah mau membuat makanan atau kue bukan masalah karena yang penting jadi tahu proses yang terjadi dan hal ini meningkatkan kreativitas.
Baking memang bukan hal esensial, sih, namun hal-hal seperti ini masih harus kita lakukan kalau memang bisa membantu kesehatan mentalmu. Di saat yang sangat luar biasa ini kita harus memiliki cara untuk mengalihkan diri dari pikiran-pikiran buruk, atau coping mechanisme yaitu melalui kegiatan yang strukturnya jelas.
Karena kue dijamin nggak dimakan berkali-kali dalam sehari, tentu kamu bisa membagikannya kepada orang lain. Namun ingat, ya, kalau mau berbagi dengan orang harus tetap menjaga kebersihan saat membuat kue. Yap, hindari pegang muka dan rajin cuci tangan selama pembuatannya!
Kamu bisa membagikan sebagian dari kue untuk tetangga, teman, atau orang-orang di sekitarmu. Ketika kamu mengirim kue ini dengan abang ojek online, mereka juga dapet order, kan. Jadi bisa memberikan kehangatan bagi semua orang.
Kalau tidak bisa berbagi langsung, ya, kamu masih bisa berbagi secara simbolis dengan posting di sosial media.
Ternyata baking tidak melulu bertujuan untuk memuaskan sweet tooth, ya! Namun banyak faktor psikologis yang membuat baking dan masak jadi pilihan saat #dirumahaja. Kalau kamu nggak bisa membuat kue, ya, memasak saja. Hasil psikologisnya sama. kok, tergantung minat saja.
Kamu sudah bikin apa saja selama ini? Ceritakan di kolom komenar dan cek resep-resep kue praktis ala Rukita. Ada banyak lho!
In this post, we'll explore various HTML elements and how you can style them effectively…
Introduction to Styling in WordPress In this post, we'll explore various HTML elements and how…
Mengenal weton Rabu Pahing untuk laki-laki dan wanita, dari watak, rezeki, garis hidup dan jodoh…
Apa saja manfaat minyak zaitun untuk rambut rontok dan bagaimana cara penggunaannya? Yuk, simak penjelasannya…
Macam-macam kurma terbaik dan berbagai manfaatnya untuk kesehatan. Ada apa saja? Yuk, cek di sini.