Semenjak Covid-19 menjadi pandemi, nih, kamu pasti melihat maraknya termometer pistol atau tembak yang digunakan untuk mendeteksi tubuh. Namun, akurasi termometer yang berbasis infra red ini masih diragukan dalam mendeteksi coronavirus.
Termometer tembak menjadi populer digunakan karena virus Covid-19 sangat mudah menyebar lewat droplets (cairan). Untuk meminimalisasi penularan maka pengukuran suhu pun lebih baik dilakukan lewat jarak jauh yang membuat termometer tembak jadi pilihan tepat.
Ada banyak sekali gejala yang ditunjukkan oleh Covid-19, selain demam. Ada radang tenggorokan, sesak napas, pegal-pegal, batuk kering, dan diare. Bagaimana kenaikan suhu bisa jadi tolok ukur seseorang dinyatakan menderita Covid-19? Yuk, kita cari tahu bersama bagaimana cara kerja termometer tembak dalam mendeteksi coronavirus.
Bagaimana cara kerja termometer tembak
Thermometer ini merupakan thermometer dengan infra merah. Sinar infra merah dibentuk dari molekul-molekul yang selalu bergetar. Semakin panas molekuknya, semakin cepat vibrasinya. Hal ini akan membentuk sinar tembus pandang yang membentuk energi infra merah.
Termometer ini akan mengukur energi infra merah yang dibagikan obyek lain. Kemudian energi yang diukur dari objek ini (seperti suhu tubuh manusia) akan dikonversi menjadi sinar elektrik dan hasil termperaturnya ditunjukkan melalui angka. Teknis banget, ya.
Kenaikan demand termometer tembak saat pandemi
Ketika awal pandemi ini dimulai, ya, masker menjadi barang langka yang dicari–walaupun tidak benar-benar bisa 100% membuat kita kebal terhadap virus. Penjualan masker pun melonjak dan produsen mengalami kesulitan mengikuti permintaan dari konsumen.
Pabrik-pabrik termometer tembak di Tiongkok perlu meningkatkan harga termometernya hingga 3x lipat dikarenakan wabah menyebabkan produksi tersendat. Selain itu pemerintah Tiongkok juga ingin kebutuhan dalam negeri terpenuhi terlebih dahulu.
Para produsen termometer tembak setuju bahwa akurasi termometer memang kurang untuk mendeteksi Covid-19.Termometer ini digunakan untuk melakukan screening cepat dan tidak seakurat termometer tradisional karena dipengaruhi oleh banyak faktor.
Kenapa termometer kurang akurat dalam mendeteksi Coronavirus?
Kebanyakan petugas menggunakan termometer tembak dengan cara yang salah. Mereka memegangnya terlalu jauh atau terlalu dekat. “Hal ini menyebabkan temperatur yang terukur bisa terlalu rendah atau di bawah temperatur yang sebenarnya,” jelas Lawler seorang ahli medis Global Center for Health Security kepada The New York Times.
Grainger, sebuah perusahaan penyuplai termometer memberi tahu bahwa jarak yang benar tergantung dari ukuran target. Selain itu keadaan sekitar bisa memengaruhi pengukuran temperatur menggunakan termometer tembak, seperti ruangan yang berdebu atau kendaraan yang terlalu panas.
Selain itu termometer jenis ini tidak bisa mendeteksi semua orang yang baru saja terkena virus. Sars-CoV-2 memiliki masa inkubasi 14 hari yang bisa saja tanpa gejala. Beberapa pasien mengalami mual-mual, muntah, dan diare sebelum demam. Belum lagi kalau mereka menggunakan obat penurun panas, pasti tidak terdeteksi.
Temperatur yang tinggi juga tidak selalu berarti penyakit. Kalau kamu habis olahraga atau mengonsumsi obat tertentu, tuh, bisa menyebabkan suhu tubuhmu tinggi. Jadi di bandara, kalau ada orang yang hampir tertinggal pesawat kemudian lari-lari dan panik, tentu suhu tubuhnya akan meningkat.
Seberapa efektif kemampuannya?
Screening dengan termometer bisa akurat hanya jika semua orang menunjukkan gejala demam dan masa inkubasi pendek. Makin tepat lagi jika sensitivitas termometer hampir sempurna tanpa banyak hal yang bisa memengaruhi.
Jangan berpikir negatif dulu karena termometer tembak tetap ada gunanya, kok. Termometer ini bisa mendeteksi beberapa orang yang harus diberikan investigasi lebih lanjut mengenai riwayat kesehatan dan sejarah perjalanannya.
Walaupun hasil yang ditunjukkan tidak selalu akurat, namun jika digunakan dengan benar tetap bisa mengidentifikasi orang yang perlu diteliti lebih lanjut. Contohnya kasus Covid-19 di luar Wuhan pertama yang terdeteksi karena cek termometer.
Hal tersebut terjadi saat seorang wanita berusia 61 tahun dari Wuhan sedang bepergian ke Bangkok. Wanita ini terdeteksi oleh termometer di Bandar Udara Suvarnabhumi tanggal 13 Januari 2020 lalu.
Memberi efek kewaspadaan
Beberapa ahli, termasuk Michael Osterholm seorang direktur dari Centre for Infectious Disease Research and Policy dari Universitas Minnesota, menyatakan bahwa cek temperatur membangkitkan rasa keamanan dan kewaspadaan. Walaupun sebenarnya kurang efektif dalam mengukur infeksi virus Covid-19.
Walau tidak 100% akurat, nih, cek temperatur selalu diadakan di berbagai titik masuk ke mana pun meskipun sudah ada pembatasan masuk, kebijakan yang ketat, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa kita manusia memerlukan rasa aman dan waspada, terutama ketika melihat ada orang yang tidak lolos cek temperatur.
Rasa waspada dan keamanan ini bisa menimbulkan awareness bagi orang yang sakit dan sehat. Mereka yang tidak lolos akan sadar bahwa demamnya tidak boleh disepelekan, sementara bagi orang sehat dia jadi makin tahu betapa seriusnya pandemi yang sedang terjadi ini.
Tahu, kan, sekarang jawabannya? Akurasi termometer tembak tidak akan selalu tepat karena terlalu banyak faktor yang bisa memengaruhi angka suhunya. Namun, tetap bisa membantu pelacakan juga, kok, karena setidaknya bisa mendeteksi beberapa orang yang butuh diberi perhatian lebih lanjut.
Jadi, kamu nggak usah nyetok termometer tembak, ya! Biarkan termometer ini digunakan oleh dokter yang memang tahu cara yang tepat penggunaannya.
Bagaimana keadaanmu menghadapi Covid-19 ini? Adakah strategi khusus? Yuk, berbagi cerita di kolom komentar!